MENGENAL DESA KETE KESU, DESA PERAYAAN KEMATIAN DI TANA TORAJA
Desa Kete Kesu berada di Kampung Bonoran, Kelurahan Tikunna Malenong, Kecamatan Sanggalangi, Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Untuk menuju Desa Kete Kesu, kamu hanya perlu melanjutkan perjalanan sekira 5 km dari pusat Kota Rantepao atau 14 km dari sebelah utara Kota Makale. Selain menyuguhkan keindahan, desa ini juga menyuguhkan kebudayaan unik warga Tana Toraja.
Pemandangan Hijau Yang Menawan.
Di sepanjang perjalanan menuju Desa Kete Kesu, kamu akan disuguhi pemandangan berupa perbukitan hijau. Dan begitu sampai di sana, kamu bisa menikmati pemandangan hamparan sawah hijau yang luas. Yang tidak kalah menarik dari Desa Kete Kesu adalah barisan rumah adat (Rumah Tongkonan) yang usianya sudah mencapai lebih dari 300 tahun dan menghadap ke lumbung padi yang ukurannya lebih kecil.
Pemandangan tersebut nggak pernah berubah dari dulu. Desa Kete Kesu lebih dikenal sebagai museum hidup, di mana kamu bisa mengetahui seperti apa tradisi kuno masyarakat Tana Toraja. Mereka memiliki budaya megalitik dan tradisi merayakan kematian.
Seperti apa Rumah Tongkonan?
Dinding-dinding Tongkonan dihiasi ukiran dan tanduk kerbau yang mewakili status pemilik rumah. Semakin banyak dan tinggi tanduk kerbau yang dipajang, semakin tinggi pula status sosial pemilik rumah. Harga tanduk kerbau sangat mahal, mulai dari puluhan hingga ratusan juta rupiah per ekor. Mereka percaya dengan menyebelih kerbau, arwah leluhur akan cepat sampai di alam akhirat. Rumah Tongkonan dibangun menghadap arah timur karena mereka menganggap arwah leluhur mereka menetap di timur.
Penjagaan Ketat Di Makam.
Nggak jauh di belakang Rumah Tongkonan, ada menhir (batu tunggal) yang muncul dari sawah sebagai penanda jalan ke Bukit Buntu Kesu yang merupakan situs pemakanan kuno berusia lebih dari 700 tahun. Bukit tersebut merupakan bukit berbatu dengan sebaran tengkorak dan tulang manusia.
Menurut tradisi, orang-orang dengan status lebih mulia dikuburkan di lubang yang lebih tinggi, sedangkan rakyat jelata dikuburkan di kaki bukit. Ukiran patung-patung yang menyerupai patung orang mati bertengger tinggi di muka tebing dibangun menyerupai wajah mendiang. Mereka dibuat berdiri menonton di luar setiap makam sebagai simbol. Beberapa makam dijamin dengan jeruji besi untuk mencegah pencurian. Peti mati juga digantung dari dinding bukit berbentuk naga, babi, atau kerbau. Namun, kini runtuh seiring bertambahnya usia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar